Kita sudah mengetahui bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali
wajah dan telapak tangan. Itu berarti kaki dan betis wanita adalah aurat
yang wajib ditutupi. Di antara syarat pakaian muslimah yang mesti
dipenuhi adalah tidak membentuk lekuk tubuh. Nah, pakaian yang tidak
memenuhi syarat ini adalah jika wanita berbusana celana panjang, apalagi
ketat. Ditambah lagi pakaian celana panjang ini menyerupai pakaian
pria.
Inilah musibah yang pada wanita muslimah saat ini.
Tentang larangan wanita menyerupai pakaian pria di antara contohnya
adalah memakai celana panjang. Pakaian tersebut menyerupai pakaian
laki-laki dan terlarang berdasarkan hadits berikut,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang berpakaian wanita dan wanita yang berpakaian laki-laki.”
[HR. Ahmad no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat
Muslim, perowinya tsiqoh termasuk perowi Bukhari Muslim selain Suhail
bin Abi Sholih yang termasuk perowi Muslim saja]
Syaikh Abu Malik -semoga Allah senantiasa menjaga beliau dalam kebaikan-, penulis kitab Shahih Fiqh Sunnah berkata, “Patokan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang saling tasyabbuh
(menyerupai) satu dan lainnya bukan hanya kembali pada apa yang dipilih,
disukai dan dijadikan kebiasaan wanita dan pria. Namun hal ini kembali
pula pada maslahat pria maupun wanita. Yang maslahat bagi wanita
adalah yang sesuai dengan yang diperintahkan yaitu wanita diperintahkan
untuk menutupi diri tanpa boleh tabarruj atau menampakkan perhiasan
diri. Jadi dalam larangan berpakaian pada wanita ada dua tujuan:
(1) membedakan pria dan wanita,
(2) menutupi diri wanita secara sempurna.
Kedua maksud (tujuan) ini harus tercapai.” [Shahih Fiqh Sunnah, 3: 36]
Di halaman lain, Syaikh Abu Malik berkata, “Memakai celana panjang
adalah sejelek-jelek musibah yang menimpa banyak wanita saat ini, semoga
Allah memberi petunjuk pada mereka. Walaupun celana tersebut bisa
menutupi aurat, namun ia bisa tetap menggoda dan membangkitkan syahwat,
apalagi jika celana tersebut sampai bercorak"
Sebagaimana telah diketahui bahwa di antara syarat jilbab syar’i adalah
tidak sempit atau tidak membentuk lekuk tubuh. Sedangkan celana panjang
sendiri adalah di antara pakaian yang mengundang syahwat, bahkan kadang
celana tersebut sampai terlalu ketat. Ada juga celana yang warnanya
seperti warna kulit sampai dikira wanita tidak memakai celana sama
sekali. Ini sungguh perilaku yang tidak dibenarkan namun sudah tersebar
luas. Oleh karena itu, tidak diperkenankan wanita memakai celana
panjang.
Jika ia memakai celana semacam itu di hadapan suami -selama celananya
tidak menyerupai pakaian pria-, maka tidak masalah. Namun tidak
diperkenankan jika dipakai di hadapan mahrom lebih-lebih di hadapan pria
non mahram.
Akan tetapi, tidak mengapa jika wanita mengenakan celana panjang di
dalam pakaian luarnya yang tertutup. Karena memakai celana di bagian
dalam seperti lebih menjaga dari terbukanya aurat lebih-lebih kalau naik
kendaraan mobil. Wallahu a’lam.” [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 38]
Di antara dalil bahwasanya pakaian wanita tidak boleh ketat dan tidak
membentuk lekuk tubuh adalah hadits berikut dari Usamah bin Zaid di mana
ia pernah berkata,
كساني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah memakaikanku baju
Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al
Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu
kala Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menanyakanku: ‘Kenapa baju
Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab, ‘Baju tersebut kupakaikan
pada istriku wahai Rasulullah’. Beliau berkata, ‘Suruh ia memakai baju
rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan
bentuk tulangnya’” [HR. Ahmad dengan sanad layyin, namun punya penguat dalam Sunan Abi Daud. Ringkasnya, derajat hadits ini hasan]
Jadi tidak cukup wanita itu menutup rambut dan kepalanya saja, juga
mereka harus menutupi aurat dengan sempurna. Termasuk di dalamnya adalah
tidak memakai pakaian ketat atau pakaian yang masih membentuk lekuk
tubuh.
Semoga Allah memberi hidayah.
Bertaqwalah kepada Alloh di manapun kalian berada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar